Kehidupan manusia memang akan terus berubah seiring
dengan perkembangan jaman. Demikian juga dalam pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran
akan terus berkembang seiring kemajuan teknologi yang ada. Jika dahulu kita
mengenal teori pembelajaran behavioristik (tradisional) yang lebih menekankan
pada pentingnya penguasan materi, maka sekarang kita akan mengenal teori
belajar kontemporer yang digunakan di jaman modern ini.
Pembelajaran modern adalah salah satu pembelajaran imbas
dari kemajuan teknologi yang ada. Pada pembelajaran ini akan mengubah mindset
dan konsepsi manusia yang awalnya hanya diberikan pengetahuan menjadi mencari
pengetahuan secara mandiri dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada.
Teori konstruktivisme akan berkembang pada pembelajarn modern. Teori ini lebih
menekankan pada keaktifan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, aktif
berpikir, menyusun konsep adn memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.
Peran guru hanya sebagai fasilitator yang memberikan stimulus, bimbingan dan
bantuan ketika siswa mengalami kesulitan dalam menerjemahkan pengetahuan yang
diperoleh.
Untuk mendesain suatu pembelajaran modern, haruslah
diperlukan serangkaian penelitian untuk mengembangkan seperangkat bahan
pembelajaran ke tujuan yang diinginkan oleh pembelajaran ini. Bahan
pembelajaran yang dimaksud meliputi silabus, RPP, buku ajar, tes evaluasi,
instrumen penilaian, dll. Proses pengembangan bahan pembelajaran akan dikupas
tuntas bersama Dr Paidi M.TPd, Ketua MKKS SMK Provinsi Bengkulu. Beliau
mengembangkan pembelajaran blended learning berbasis BLISH untuk mahasiswa UT
di Provinsi Bengkulu. Sekilas tentang pembelajaran blended learning, Menurut Dr
Paidi, pembelajaran campuran (blended learning) adalah Integrasi antara
pembelajara konvensional (tatap muka di kelas) dengan pembelajaran jarak jauh
yang memungkinkan siswa belajar melalui konten dan petunjuk yang disampiakan
secara daring dengan kendali terhadap waktu, urutan, tempat dan kecepatan
belajar. Pembelajaran model ini dapat digambarkan sebagai berikut
Dr Paidi mengkombinasikan pembelajaran ini dengan model
BLISH berbantuan handphone. Keunggulan model BLISH sendiri antara lain :
- Pembelajaran memadukan antara pembelajaran tatap
muka di kelas dengan pembelajarn online yang dilengkapi dengan pedoman
untuk guru dan siswa
- Pembelajran dapat berlangsung setiap saat
- Guru dapat mengendalikan pembelajaran
- Penugasan dapat dikirimkam ke web pembelajaran
- Ujian dapat dilaksanakan secara online
Selanjutnya Dr Paidi menjelaskan bahwa
teknik pengembangan pembelajaran blended learning dengan model BLISH berbantuan
handphone menggunakan desain pengembangan Prof
Dr. Atwi Suparman (mantan rektor UT) dan Dick & Carrey. Secara umum desain
pengembangan bahan pembelajaran yang akan digunakan untuk menunjang
keberhasilan pembelajaran blended learning, dapat dilihat pada skema berikut.
Jika diperhatikan desain pengembangan bahan pembelajaran
yang diajukan oleh Dr Paidi sesuai dengan model pengembangan
sistem instruksional Thiagarajan, Semmel dan Semmel (model pengembangan 4-D).
Model pengembangan 4-D terdiri atas 4 tahap yaitu: (1) Define (Pembatasan), (2) Design
(Perancangan), (3) Develop
(Pengembangan) dan Disseminate
(Penyebaran). Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut.
1)
Tahap Pendefinisian (define)
Tahap pendefinisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan
kebutuhan-kebutuhan pembelajaran dengan menganalisis tujuan dan batasan materi.
Langkah yang dilakukan oleh Dr. Paidi meliputi :
a) Memperoleh data dan
informasi guna mendapatkan masukan dari siswa/pengguna atas materi-materi yg
dianggap sulit atau perlu dipelajari lebih lanjut
b) Berdasarkan data yg di
dapat dari langkah 1 selanjutnya kita perlu membuat identifikasi kebutuhan
peserta didik terhadap mata pelajaran / bahan yng akan kita rancang
c) Berdasarkan data
langkah 2 selanjutnya kita mulai membuat analisis instruksional/pembelajaran
mata pelajaran yang akan kita rancang
d)seorang perancang
perlu mendapatkan gambaran karakteristik peserta didik yang akan menjkadi
target atau pemakai buku yg kita rancang
e)Membuat rumusan tujuan
instruksional khusus
2) Tahap Design (perancangan)
Tahap
ini Dr Paidi melakukan tiga langkah
yaitu, (a) Penyusunan tes acuan patokan (b) Pemilihan pendekatan pembelajaran
yang sesuai indikator pembelajaran (merancang
pembelajaran secara blended learning), (c) mengembangkan Rancangan awal dari bahan
pembelajaran
yang meliputi silabus, RPP dan buku ajar. Bahan pembelajaran yang
dirancang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu bahan tercetak dan bahan online.
Dalam hal perancangan bahan pembelajaran (Buku) dapat digunakan teori Rothwel
dan untuk bahan online bisa menggunakan teori hannafin)
3)
Tahap Develop (pengembangan)
Pada
tahap ini, setelah draft bahan pembelajaran tersedia selanjutnya
perlu dilakukan evaluasi formatif dengan langkah sebagai berikut
a)one-to-one expert dengan
melibatkan 4 orang pakar untuk memvalidasi perangkat berdasarkan desain, media, isi materi, dan kebahasaan yang diikuti dengan revisi.
b) Selanjutnya dilakukan uji coba desain pembelajaran ke beberapa tahap uji coba,
yaitu ke siswa kelompok kecil sebagai uji coba terbatas (kelas kecil). Uji coba ini melibatkan
sekitar 9 siswa yang berasal dari kelompok, menengah dan bawah.
c) Evaluasi hasil uji coba kelas kecil
(small group). Ini dilakukan untuk mendapatkan
gambaran awal mengenai kualitas bahan
pembelajaran yang dikembangkan
d) Hasil revisi diujicobakan
ke siswa kelompok besar (field trial) sebanyak 30 siswa yang berasal dari kelompok
Atas, menengah dan bawah.
Setiap tahapan mulai evaluasi one-to-one, evaluasi small group akan menghasilkan
namanya draft bahan pembelajaran dan setelah field trial baru dinamakan
prototipe bahan pembelajaran.
Evaluasi Sumatif sifatnya tidak harus dilakukan dalam
proses desain pembelajaran karena harus dilakukan oleh pihak lain. Lebih
lanjut, Dr Paidi mengemukakan jika desain pembelajaran ini memiliki kelabihan
yaitu akan mengasilkan buku pembelajaran yang bisa dijamin kebenaranya selagi
prosedur dikerjakan dengan benar. Kelebihan lain juga desain pembelajaran ini
akan dilengkapi dengan instrumen pendukungnya termasuk model pembelajarannya
sudah ditentukan.
Sebagai tambahan, penulis mengemukakan jika komponen
validasi bahan pembelajaran dapat mengacu berdasarkan BSNP
(2007) tentang komponen penilaian buku ajar.
Komponen
|
Subkomponen/Indikator
|
Kelayakan Isi
|
Allignment dengan SK dan KD mata pelajaran,
perkembangan anak dan kebutuhan masyarakat
|
Substansi keilmuan dan life skill
|
|
Wawasan untuk maju dan berkembang
|
|
Keberagaman nilai-nilai sosial
|
|
Kebahasaan
|
Keterbacaan
|
Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik
dan benar
|
|
Logika berbahasa
|
|
Penyajian
|
Teknik
|
Materi
|
|
Pembelajaran
|
|
Kegrafikan
|
Ukuran/format modul
|
Desain bagian kulit
|
|
Desain bagian isi
|
|
Kualitas Kertas
|
|
Kualitas cetakan
|
|
Kualitas jilidan
|
Menurut
Gilliland dalam Kusmana (2008), sub komponen keterbacaan berkaitan dengan 3 hal
yaitu kemudahan, kemenarikan dan keterpahaman. Kemudahan membaca berhubungan
dengan bentuk tulisan, yaitu tata huruf seperti ukuran huruf dan lebar spasi,
kecepatan pengenalan kata, dan kejelasan tulisan (bentuk dan ukuran tulisan).
Kemenarikan berhubungan dengan minat pembaca, kepadatan ide pada bacaan dan
gaya tulisan. Keterpahaman berhubungan dengan karakteristik kata dan kalimat,
seperti panjang pendeknya kalimat serta susunan paragraf.
Di akhir, Dr. Paidi menyampaikan bahwa untuk memperoleh suatu produk bahan pembelajaran yang
diinginkan, tidaklah diperoleh secara instan. Butuh waktu untuk proses
pengujian agar diperoleh bahan pembelajaran yang benar-benar diakui validitas
dan realibitasnya. Minimal butuh waktu antara 6 bulan hingga 12 bulan hingga
mendapatkan produk final bahan pembelajaran yang sahih berdasarkan uji tiap bab
materi ke siswa kelas besar.
Bagus buk
BalasHapusKeren lengkap
BalasHapusBagus bu
BalasHapusAmazing ibuk.. Lengkap..
BalasHapusAmazing ibuk.. Lengkap..
BalasHapusOk keren lengkap
BalasHapusselalu kaya referensi, sippp
BalasHapusKeren bu
BalasHapus