Langsung ke konten utama

Seorang anak dan Seratus ribu








Saya mengenal seorang anak, seorang anak laki-laki berumur 15 tahun. Badannya tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk, ideal kalau menurut saya. Wajahnya juga bersih dengan rambut rapi meski sedikit panjang. Ya,,anak ini adalah siswa saya. Seorang siswa yang sekarang duduk di kelas 9 SMP.

Suatu hari ketika pelajaran saya, kelas berjalan secara normal. Diawali dengan penyampaian pelajaran, pemberian latihan soal, para siswa mulai mengerjakan dan dilanjut mencocokkan hasil jawaban siswa. Saya lihat, diapun dengan serius mengikuti pelajaran saya meski sesekali bercanda dengan teman ketika waktu pengerjaan. Masih wajar menurut saya. Kelas saya akhiri 5 menit sebelum bel berbunyi. Sebelum saya keluar dari kelas, siswa saya tadi minta ijin untuk ke pergi ke belakang. Saya pikir barangkali ke kamar mandi. Ketika saya ingin keluar, saya berpapasan dengan dia. Dia menyapa saya tetapi dengan gelagat seperti menyembunyikan sesuatu, dan benar dia membawa segelas mie rebus dan segelas es teh di belakang punggungnya.

Sontak sayapun marah, karena jam istirahat belum tiba, dia sudah berani untuk jajan. Dan yang membuat saya semakin marah adalah karena dia berbohong. Karena saya pikir ijin ke belakang untuk ke kamar mandi, tetapi kenyataannya untuk jajan di kantin. Kemarahan saya bertambah waktu melihat kelengkapan seragam yang dia kenakan. Yang seharusnya pada hari itu memakai kaus kaki putih, tetapi dia memakai kaus kaki hitam. Seketika itu juga saya langsung meminta dia untuk melepas kaus kaki dan sepatunya dan meminta dia untuk ikut saya ke ruang guru.

Di ruang guru, saya bertanya kesalahan apa yang dia perbuat dan mengapa dia melakukannya. Sambil menahan tangis, dia berkata jujur bahwa dia nekat ke kantin karena sudah merasa lapar. Dia bercerita bahwa dari kemarin pagi dia belum makan apa-apa sama sekali. Memang siswa saya ini berasal dari keluarga yang tidak mampu. Tapi saya tidak pernah sampai berpikir bahwa kekurangmampuan keluarganya hingga seperti itu. Sampai makananpun tidak punya. Lalu saya bertanya mengapa memakai kaus kaki yang salah. Dia bercerita jika kaus kaki putihnya cuma satu dan itupun belum sempat dicuci karena habis dipakai kemarin. Lanjut mata saya tertuju pada sepasang sepatu yang dia kenakan. Jauh dari kata layak. Sepatunya sudah koyak disana-sini.

Terenyuh hati saya melihat keadaan siswa saya ini. Di tengah kota seperti ini,masih saja ada keluarga yang benar-benar kurang mampu. Tidak hanya makanan, pakaian juga seadanya. Saya rogoh tas saya, saya buka dompet, yang ada hanya selembar seratus ribu dan beberapa uang dua ribuan. Saya ambil uang seratus ribu dan saya berikan ke dia. Saya bilang gunakan ini untuk membeli makanan untuk kamu dan keluarga, dan jika masih sisa,b untuk ibumu. Dia terharu sekaligus senang. Tidak menyangka akan memperoleh rejeki sebesar itu.

Memang untuk sebagian orang, selembar uang seratus ribu tidak berarti, tetapi bagi mereka yang tidak mampu, uang tersebut sangatlah besar artinya untuk kelanjutan hidup mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

FINALLY,,,DONE

Berawal dari bulan Maret yaitu semenjak pandemi dimulai, dimulai juga menimba ilmu secara online di grup belajar menulis yang diampu oleh om Jay, blogger ternama Nasional. Meskipun WFH dilakukan, kreatifitas dan inovasi harus tetap berjalan. Grup belajar menulis secara online menjadi pilihan. Banyak materi penulisan yang dipaparkan di grup belajar ini. Semuanya dikupas tuntas oleh para penulis ternama Indonesia. Sebut saja Akbar Zainuddin dan Munif Chatib. Siapa sih yang tidak mengenal beliau berdua. Buku karangan beliau menjadi best seller di beberapa toko buku besar. Beliau berdua hanyalah sedikit dari narasumber yang memberi paparan di pelatihan menulis online ini. Masih banyak narasumber yang hebat dan ternama yang bersedia memberikan ilmunya tentang dunia penulisan.  Menimba ilmu dari pakarnya langsung memang berbeda. Bahkan, seseorang yang belum pernah sekalipun menulis, setelah mengikuti pelatihan ini pasti akan terkena virus menulis dan mulai menulis. Awalnya pasti tidak la...

SECARIK PESAN OM JAY, MENULISLAH !!!

Menulis adalah seni merangkai kata menjadi sebuah kalimat, bagaimana membuat kalimat yang cantik sehingga dapat dilirik pembaca, dan bagaimana tulisan yang dihasilkan berhasil menggugah emosi pembaca. Tidak mudah memang.Menghasilkan suatu karya seni tulisan yang indah butuh banyak pengalaman dan jam terbang yang tinggi. Tetapi ini bukan hal yang tidak mungkin. Jika ada keinginan belajar, maka segalanya akan menjadi mungkin. Dari belajar menulis yang paling sederhana, cerita pribadi kita yang bisa kita tulis sebagai curahan hati, cerita apapun itu, entah itu penting atau tidak, tetap lah ditulis. Belajar dari banyak membaca karya orang lain. Ini penting untuk memperkaya diksi kita, mengenal gaya-gaya tulisan berbagai macam penulis, dan bisa juga sebagai latihan untuk memancing emosi kita. Selanjutnya belajar dari yang benar-benar pakar nya menulis. Ini harus ada penghubung yang bisa memfasilitasi kita untuk belajar dari para pakar menulis yang handal. Om Jay, founder komunitas sejuta ...

JURUS 4R : MENCATATKAN SEJARAH LEWAT TULISAN

Membaca buku sama halnya untuk berbicara dengan orang-orang bijak di masa lalu (Decrates) Setiap manusia ingin dikenang dan dikenal melalui sejarah. Itulah mengapa kita memerlukan sarana untuk mencatatkan diri kita dalam sejarah. Caranya yaitu dengan menerbitkan buku. Menerbitkan buku adalah cara kita untuk menorehkan segala perasaan dan pikiran kita akan sesuatu  ke dalam sebuah tulisan yang dibukukan. Permasalahan utamanya adalah tujuan akhir kita terletak pada menerbitkan buku atau membuat buku. Karena dua hal ini terlihat sama, namun berbeda esensinya.  Membuat buku dapat dilakukan oleh semua orang, tetapi tidak semua orang dapat menerbitkan buku. Memang, sekarang ini banyak cara untuk menerbitkan buku secara mandiri dan lebih mudah tentunya, namun untuk menerbitkan buku di penerbit besar yang berskala nasional, tidak semua orang dapat melakukannya. Hanya karya tulisan terbaiklah yang dapat dilirik oleh penerbit-penerbit besar berskala nasional. Namun, jangan ja...