Meski
sering dianggap angin lalu, penyakit akibat diserapnya makanan oleh cacing di
dalam tubuh sebaiknya tidak diremehkan. Dampaknya bagi si penderita ternyata
tak kalah berbahaya ketimbang penyakit lain. Apalagi, yang jadi korban
kebanyakan adalah anak-anak. Khususnya anak usia dua tahun ke atas yang mulai
bermain di lantai/tanah.
Cacingan
merupakan penyakit khas daerah tropis dan sub-tropis, dan biasanya meningkat
ketika musim hujan. Pada saat tersebut, sungai dan kakus meluap, dan larva
cacing menyebar ke berbagai sudut yang sangat mungkin bersentuhan dan masuk ke
dalam tubuh manusia. Cacing yang biasa "menyerbu" tubuh manusia
adalah cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi. Larva cacing yang masuk
ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang.
Cacing masuk ke dalam tubuh
manusia melalui kulit (pori-pori) dan melalui
makanan yang tercemar oleh larva cacing,. Selain itu, dapat juga masuk lewat tanah, misalnya lewat kaki anak telanjang yang menginjak
larva atau telur. Bisa juga larva cacing masuk melalui pori-pori, yang biasanya
ditandai dengan munculnya rasa gatal.
Cacing
yang sudah masuk ke dalam tubuh akan menggigit dinding usus dan bertelur dengan cepat di usus. Di usus inilah makanan dipecah menjadi
nutrient (zat gizi elementer yang sudah bisa diserap oleh usus). Ini yang "dibajak" oleh cacing.
Jadi, cacing itu memang berdomisili di usus, karena ia tidak bisa mencernakan
sendiri makanan. Ia harus makan yang sudah setengah cerna. Selain siklus
normal, cacing juga bisa menyebar ke tempat-tempat lain, seperti hati atau
bagian tubuh lain.
Dampak
cacingan yaitu pertumbuhan fisik yang terhambat, hingga IQ loss. Dampak
yang paling banyak adalah anemia atau kadar haemoglobin (Hb) rendah. Padahal Hb
sangat vital bagi manusia. Fungsinya seperti alat angkut, seperti truk, yang
membawa oksigen dan makanan dari usus ke seluruh organ tubuh, ibaratkan fungsi
kerja Hb yang seperti Bulog yang mengantar beras. Kalau truk-nya sedikit, ya
kiriman berasnya akan telat. Begitu pun pada orang yang anemia. Suplai oksigen
dan nutrient ke otak sedikit, ke ginjal sedikit.
Anemia
membuat anak gampang sakit karena tidak punya daya tahan. Protein yang berada
didalam tubuh, akan dibajak oleh cacing sehingga daya tahan tubuh anak akan
menurun. Disamping itu, Anak juga akan kehilangan berat badan, dan prestasi
belajar turun.
Seorang
anak yang sedang tumbuh membutuhkan banyak nutrient. Nutrisi itu dibagi dua,
yaitu makro nutrient (karbohidrat, lemak, protein, air) dan mikro nutrient
(vitamin dan mineral). Nah, inilah yang dibajak si cacing. Jadi, yang gemuk
cacingnya, bukan anaknya.
Di dalam
tubuh, cacing-cacing ini akan beranak lagi, lagi dan lagi. Kadang-kadang, kalau
menggumpal, bentuknya seperti bola. Bisa juga terjadi erratic, cacing keluar
lewat hidung atau mulut.
Gejala
cacingan biasanya ditandai dengan sakit perut, diare berulang, dan kembung.
Seringkali juga ada kolik yang tidak jelas dan berulang apabila sudah parah
Muka anak akan tampak pucat dan badan kurus. Ini berarti sudah terjadi
pemiskinan secara fisik.
Pengaruh gizi biskuit “pena” terhadap resistensi
tubuh penderita cacingan dapat diketahui dengan menilik kandungan petai cina
yaitu Kalori,
Protein, Lemak, Hidrat
arang, Kalsium, fosfor,
Zat besi, Vitamin A, Vitamin B1
dan Vitamin C yang dibutuhkan dalam
proses penyembuhan anak yang terkena cacingan.
Kandungan gizi yang dimiliki petai cina tersebut
sangat bermanfaat bagi kekebalan/restitensi tubuh manusia khususnya bagi
penderita cacingan. Apabila keadaan gizi kurang maka akan menurunkan resistensi
host (manusia) terhadap infeksi. Pada manusia ternyata efeknya sinergistik. Determinan
sinergisme yang dapat dikaitkan dengan keadaan gizi/status zat-zat gizi ada bermacam-macam
yaitu; (a) berkurangnnya kemampuan host (tubuh
manusia) untuk membentuk zat anti yang sifatnya spesifik, (b) penurunan daya
fagositosis dari mikrofag dan makrofag, (c) gangguan dalam pembentukan zat anti
yang sifatnya tidak spesifik, (d) penurunan daya resistensi yang sifatnya tidak
spesifik terhadap toksin yang dibentuk bakteri, (e) perubahan dalam integritas
jaringan, (f) hilangnya daya reaksi
radang (inflamatory response) dan perubahan dalam penyembuhan luka serta
pembentukan jaringan kolagen, (g) efek yang disebabkan perubahan dalam jenis
flora usus, (h) variasi dalam aktivitas (kelenjar) endokrin. Adapun determinan
utama antagonisme adalah tidak terpe- nuhinya kebutuhan agent (organisme)
karena tidak/kurang tersedianya zat gizi, pada host (tubuh).
Gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dapat diberi asupan
makanan berupa biskuit ”pena” khususnya bagi penderita cacingan yang
kehilangan nutrisi makro dan nutrisi mikro. Nutrisi makro dan nutrisi mikro
berperan penting dalam memperbaiki gizi anak yang terkena penyakin cacingan.
Nutrisi
yang dibutuhkan oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, terdapat juga dalam biji
petai cina, yaitu protein, lemak dan vitamin. Pengolahan biji petai cina
menjadi tepung yang selanjutnya diolah biskuit diharapkan dapat membantu
anak-anak dalam mengobati penyakit cacingan.
Kandungan gizi yang dimiliki biskuit ”pena” ini
diharapkan mampu memperbaiki gizi anak penderita cacingan. Disamping itu bahan
dasar pembuatan biskuit pena berupa tepung petai cina memiliki kandungan gizi ( protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin
A, Vitamin B1 dan Vitamin C ) yang lebih tinggi yaitu dari bahan dasar biskuit lainnya yaitu tepung
terigu.
Pemberian biskuit ”pena ” pada anak
penderita cacingan diharapkan dapat dijadikan solusi dalam menangani anak-anak
yang sukar meminum obat, karena biskuit lebih disukai anak-anak daripada harus
meminum obat yang identik dengan rasa pahit serta diharapkan dapat meningkatkan
gizi sebelum, saat dan pasca terkena penyakit cacingan.
Dengan
demikian diharapkan dengan pengolahan biji petai cina menjadi tepung yang
digunakan dalam bahan dasar pembuatan biskuit yang memiliki kandungan gizi yang
dibutuhkan dalam tubuh dan dapat membantu meningkatkan gizi pada penderita
cacingan. Diharapkan dalam mengkonsumsi biskuit ini, tidak hanya bagi penderita
cacingan saja, melainkan dapat juga dikonsumsi bagi orang sehat. Hal ini
dikarenakan biskuit “pena” dapat meningkatkan gizi bagi siapapun yang
mengkonsumsinya.
Komentar
Posting Komentar