Penerimaan peserta didik baru tahun ini memang beda. Sistem online masih diterapkan untuk menekan angka kerumunan. Selama masa pandemi, memang segala kegiatan yang melibatkan banyak massa, sangat dibatasi. Upaya ini dilakukan agar tidak semakin banyak warga yang terjangkit Covid 19. Namun, bukan itu yang akan dibahas. Melainkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh peserta didik baru sebelum mendaftar di sekolah tujuannya.
Sistem zonasi masih mewarnai persyaratan PPDB tahun ini. Pemerataan jumlah siswa berprestasi adalah pertimbangan nya. Agar tidak ada lagi sekolah unggulan ataupun non unggulan. Semua sekolah sama rata. Ada siswa yang biasa saja, tapi banyak juga siswa yang berprestasi. Dengan zonasi, siswa berprestasi tidak lagi terkumpul hanya pada beberapa sekolah tertentu saja. Disamping itu, menekan angka kemacetan adalah salah satu harapan penggunaan sistem zonasi. Harapannya, semakin dekat jarak rumah siswa dengan sekolah, maka siswa hanya perlu jalan kaki atau naik angkutan umum ketika berangkat sekolah. Tidak perlu lagi menggunakan kendaraan pribadi karena jarak tempuh yang dekat.
Namun, sistem zonasi ini juga memiliki kelemahan. Tidak seimbangnya jumlah sekolah negeri di suatu daerah menjadikan permasalahan tersendiri. Di tanah kelahiran saya contohnya, yang dalam 1 kecamatan hanya ada 2 sekolah negeri tingkat menengah pertama. Padahal ini diperebutkan oleh banyak peserta didik baru dengan zona yang sama. Daya tampung yang tidak sepadan dengan jumlah pendaftar, membuat para peserta didik baru tersisihkan dari zona sekolah pendaftarnya. Mungkin di kota besar, ini tidak akan bermasalah. Karena jumlah sekolah negeri yang relatif banyak dengan daya tampung yang mencukupi untuk peserta didik baru. Meskipun ada banyak pro kontra yang mendukung digunakannya sistem ini, tetapi sistem zonasi masih menjadi prasyarat utama ketika mendaftar suatu sekolah tertentu.
Belum selesai permasalahan zonasi, muncul permasalahan baru di sistem PPDB ini. Usia menjadi salah satu prasyarat diterima calon peserta didik baru di sekolah yang dituju. Peserta didik yang lebih diutamakan diterima adalah dari usia tertua hingga termuda. Seleksi ini akan dilakukan jika sekolah melebihi daya tampung pendaftar. Meskipun ini berlaku ketika sekolah melebihi daya tampung, namun banyak peserta didik baru yang merasa dirugikan. Calon PDB dengan nilai yang tinggi namun usianya masih rendah, kalah dengan calon PDB lainnya dengan usia yang lebih tua.
Teringat dulu ketika saya masuk SD di usia yang masih muda. 5 tahun saya sudah duduk di bangku SD. Ini berarti saya mengenyam bangku kuliah ketika usia belum genap 17 tahun. Pada waktu itu, masih belum ada syarat khusus mengenai usia. Jika anak dirasa sudah cukup mampu dan bisa mengikuti pembelajaran, tidak apa didaftarkan untuk masuk SD. Selain itu, kurikulum dahulu sangatlah berbeda dengan sekarang. Jika dulu belajar membuat dan berhitung masih diajarkan di bangku SD kelas dini, sekarang masuk SD harus lancar membaca dan berhitung. Materi pelajaran sekarang juga lebih kompleks dan membutuhkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan tingkat tinggi siswa. Sehingga usia dijadikan syarat untuk mendaftar di jenjang sekolah berikutnya. Pertimbangannya adalah dilihat daei aspek psikologi siswa, siap atau tidak menerima tuntutan pembelajaran yang rumit di usia yang masih belum mencukupi.
Namun, ketika ada kasus usia siswa sudah memenuhi syarat minimal masuk sekolah dan nilai secara akademik juga memenuhi, namun terlempar dari urutan pendaftar, karena kalah dengan PDB lain yang lebih tua usianya padahal nilai lebih rendah, ada baiknya diberikan porsi tersendiri bagi kasus PDB yang demikian. Selain memberikan apresiasi terhadap pencapaian hasil akademik siswa, juga untuk mempertahankan agar mutu pendidikan tidak semakin anjlok. Meskipun mutu pendidikan tidak hanya dilihat dari aspek akademik saja, tetapi dapat dijadikan penyemangat bagi orang tua dan siswa untuk lebih meningkatkan prestasinya kembali. Sangat disayangkan apabila siswa dengan akademik bagus namun tidak dapat mengenyam bangku sekolah negeri. Memang, sekolah swasta dapat dijadikan pilihan. Namun, tidak semua orang tua memiliki biaya untuk mendaftarkan putra putrinya di sekolah tersebut.
Memang, pada sistem PPDB diberikan pula jatah 30% untuk masuk melalui jalur prestasi baik akademik maupun non akademik. Namun, tidak semua PDB dengan nilai akademik tinggi bisa masuk melalui jalur ini. Akibatnya mereka mau tidak mau mengurungkan niat untuk bersekolah di sekolah negeri. Sebenarnya, pengadaan tes masuk bagi peserta didik baru yang pernah diadakan beberapa tahun lalu, sangatlah sesuai jika diterapkan kembali. Ini jauh lebih fair. Semua peserta didik akan mempunyai hak yang sama untuk dapat diterima di sekolah tujuan mereka. Orang tua siswa pun akan lebih bersemangat untuk mendampingi putra putrinya berlomba meraih posisi aman di sekolah tujuannya. Apalagi jika tes tersebut dilakukan secara komputerisasi yang hasilnya langsung dapat diketahui dan dipantau oleh para pendaftar. Ini seperti ketika pelaksanaan tes masuk bagi sekolah kedinasan atau tes penerimaan CPNS. Pengadaan tes masuk untuk peserta didik baru ini tetap dapat dibarengi dengan sistem zonasi. Tinggal bagaimana pengaturan daya tampung untuk tiap jalur. Yang terpenting adalah tidak ada lagi siswa yang merasa tidak diapresiasi tingkat pencapaiannya karena terkendala syarat yang diberlakukan.
Betul...
BalasHapusMari hadapi dg lapang dada. Betul sekali
BalasHapus